Senin, 23 November 2020

Kintamani

Hayo.. siapa diantara sahabat petualang yang suka suasana pegunungan , tapi belum pernah berkunjung ke daerah Kintamani?


Kintamani ini selain menjadi daerah penghasil buah jeruk terbesar di Bali, juga mempunyai pesona wisata yang mengagumkan.  Dari wisata pedesaan seperti Desa Pengelipuran yang terkenal karena kerapian tatanan bangunan desa serta tradisinya yang masih dilestarikan sampai hari ini, ada juga wisata Desa Trunyan yang terkenal dengan tradisi pemakamannya, dimana mayat-mayat disana tidak dikuburkan seperti di tempat lain melainkan di semayamkan di atas tanah, dibawah pohon taru menyan yang wanginya dapat menetralisir bau dari mayat-mayat yang disemayamkan dibawahnya. Unik sekali bukan? Untuk menuju ke Desa Trunyan  ini sahabat petualang dapat menyewa perahu di Dermaga Kedisan yang terletak di tepi Danau Batur. Dengan waktu sekitar 30 menit dan biaya sekitar 100 ribu rupiah (biaya ini kemungkinan berubah), sahabat sudah bisa sampai ke Desa Trunyan dan mulai sesi uji nyalinya hehe. Jujur saja dulu waktu saya masih kecil, saya ingin sekali berkunjung ke desa ini setelah menonton berita di saluran TV lokal kala itu. Tapi ketika sudah ada kesempatan , keinginan saya tidak sekuat dulu, mungkin karena secara mental saya jadi malah tidak siap hahha..jadi saya memilih menikmati pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur yang indah dari Kintamani point view, tepat didepan Museum Geopark.

Sedikit cerita, ketika saya dan teman-teman saya berkunjung kesini , di Denpasar (kota tempat tinggal kami) sedang musim kemarau yang sangat panjang, bahkan di bulan yang seharusnya sudah mulai turun hujan, tetap saja tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Ketika kami sampai disini, setelah ambil 1, 2 foto, malah turun hujan, antara senang dan sedih sih, senang karena sudah lama tidak ada hujan di Denpasar, sedihnya, jarak pandang kami terbatas pemandangannya berubah jadi putih berkabut.
Akhirnya kamipun turun ke area bawah yang lebih mirip seperti aula pertunjukan, lengkap dengan kamar mandinya.
Di sini, hanya ada kami dan beberapa turis Cina yang waktu itu akan memakai toilet. Karena gabut, kamipun menghibur diri kami sendiri, saya berpura-pura menjadi pembawa acara di aula kosong, menarikan dancenya Park Jimin yang berjudul Lie, agar tidak membosankan dan bisa membuat teman-teman saya tertawa. Sesungguhnya sih saya ga enak hati ke teman-teman saya, karena saya yang request pergi ke Kintamani, ketika kami istirahat makan setelah dari Air Tejun Tibumana, eh malah hujan.., makanya saya berusaha membuat mereka tertawa, padahal mungkin mereka pun tidak apa-apa hehe.. Tidak terasa beberapa jam sudah terlewati disini, sampai hujan agak berhenti. Kamipun naik ke area parkir, dan betapa kagetnya saya, ternyata jaket dan kain bali yang saya pakai, saya tinggalkan diatas motor teman saya, dan yah basah semua.. Salah satu teman saya merasa kasian dan menawarkan jaketnya ke saya, sebenarnya saya  ga enak, karena dia juga cuman pake baju kaos tangan pendek, dia yang kendarain motor, saya yang dibonceng waktu itu dan pastinya dia kedinginan kan, tapi karena udah ditawarin, saya pake jaketnya. Emang anaknya baik sih ke semua orang.. , kebayang ga sih, kalau ini crushnya sahabat dan ditawarin jaketnya, duh,… tapi bukan kok, tidak ada keuwuan yang seperti itu terjadi disana. Padahal disepanjang jalan dia gemeteran karena memang cuacanya dingin banget. Salah satu teman saya menyarankan dia untuk pindahkan tas ransel yang dia bawa ke depan agar tidak terlalu dingin. Kalimat pertama yang dia bilang waktu itu, “duh, kaya bawa anak” hahhahaha..

Jalan yang berkabut dan hujan gerimis ini, kami terobos karena takut hujannya ga berhenti. Jaket dan kain bali saya yang basah, saya bungkus kedalam kresek yang dikasi sama ibu-ibu toko kelontong disana, katanya ga usah bayar, bawa aja.., baik banget sih.. Nah disini ada cerita lucu yang ga masuk akal sahabat,  seperti yang saya ceritakan diawal, kalau di Denpasar kala itu lagi musim kemarau panjang dan di Kintamani tiba-tiba hujan. Saya sebenarnya hanya melucu saja dengan pura-pura membungkus air hujan ketika dikasi tas kresek dan bilang mau bawa hujannya pulang ke Denpasar. Dan ini dilihatin sama banyak orang disana, mungkin mereka berpikir kalau saya mengalami gangguan mental hahha, emang ga tau malu kadang hahah.. Ga mungkin kan beneran kejadian, tapi iya.., begitu kami sampai di Denpasar, hujannya ngikut dong.

OK, back to the strory. Karena hujannya semakin deras, kamipun memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah warung, di depan perkebunan jeruk milik warga. Nah salah satu teman saya yang lain, yang saya ceritakan udah seperti guide di perjalanan ini, ingin sekali mengajak kami untuk memetik buah jeruk di perkebunan jeruk ketika sudah sampai di Kintamani, tapi karena hujan, jadinya batal. He’s trying his best though.. Di warung ini, saya menyanyikan lagu, “ndang ndang Dewa Ratu..”, yang orang Bali mungkin tau lagu ini, hujannya perlahan berhenti. Saya juga buat sejenis tebak”an untuk mengisi waktu, samapai energi saya habis  ga jelas hahhaha..

Kemudian kamipun melanjutkan perjalanan ke Ubud. Karena waktu di Kintamani, saya sempat tanya-tanya ke teman saya tentang Museum Geopark. Dan teman saya menyarankan untuk mengunjungi Museum di daerah Ubud saja.

Mau tau ada cerita apalagi di museum ini, ikutin terus lanjutan blognya ya..

Semoga bermanfaat dan menghibur.. 



0 komentar:

Posting Komentar