Hayo.. siapa diantara sahabat petualang yang suka suasana
pegunungan , tapi belum pernah berkunjung ke daerah Kintamani?
Kintamani ini
selain menjadi daerah penghasil buah jeruk terbesar di Bali, juga mempunyai
pesona wisata yang mengagumkan. Dari
wisata pedesaan seperti Desa Pengelipuran yang terkenal karena kerapian tatanan
bangunan desa serta tradisinya yang masih dilestarikan sampai hari ini, ada
juga wisata Desa Trunyan yang terkenal dengan tradisi pemakamannya, dimana
mayat-mayat disana tidak dikuburkan seperti di tempat lain melainkan di
semayamkan di atas tanah, dibawah pohon taru menyan yang wanginya dapat
menetralisir bau dari mayat-mayat yang disemayamkan dibawahnya. Unik sekali
bukan? Untuk menuju ke Desa Trunyan ini
sahabat petualang dapat menyewa perahu di Dermaga Kedisan yang terletak di tepi
Danau Batur. Dengan waktu sekitar 30 menit dan biaya sekitar 100 ribu rupiah
(biaya ini kemungkinan berubah), sahabat sudah bisa sampai ke Desa Trunyan dan
mulai sesi uji nyalinya hehe. Jujur saja dulu waktu saya masih kecil, saya
ingin sekali berkunjung ke desa ini setelah menonton berita di saluran TV lokal
kala itu. Tapi ketika sudah ada kesempatan , keinginan saya tidak sekuat dulu,
mungkin karena secara mental saya jadi malah tidak siap hahha..jadi saya
memilih menikmati pemandangan Gunung Batur dan Danau Batur yang indah dari
Kintamani point view, tepat didepan Museum Geopark.
Sedikit cerita, ketika saya dan teman-teman saya berkunjung
kesini , di Denpasar (kota tempat tinggal kami) sedang musim kemarau yang
sangat panjang, bahkan di bulan yang seharusnya sudah mulai turun hujan, tetap
saja tidak ada tanda-tanda akan turun hujan. Ketika kami sampai disini, setelah
ambil 1, 2 foto, malah turun hujan, antara senang dan sedih sih, senang karena
sudah lama tidak ada hujan di Denpasar, sedihnya, jarak pandang kami terbatas
pemandangannya berubah jadi putih berkabut.
Akhirnya kamipun turun ke area bawah
yang lebih mirip seperti aula pertunjukan, lengkap dengan kamar mandinya.
Di
sini, hanya ada kami dan beberapa turis Cina yang waktu itu akan memakai
toilet. Karena gabut, kamipun menghibur diri kami sendiri, saya berpura-pura
menjadi pembawa acara di aula kosong, menarikan dancenya Park Jimin yang
berjudul Lie, agar tidak membosankan dan bisa membuat teman-teman saya tertawa.
Sesungguhnya sih saya ga enak hati ke teman-teman saya, karena saya yang
request pergi ke Kintamani, ketika kami istirahat makan setelah dari Air Tejun
Tibumana, eh malah hujan.., makanya saya berusaha membuat mereka tertawa,
padahal mungkin mereka pun tidak apa-apa hehe.. Tidak terasa beberapa jam sudah
terlewati disini, sampai hujan agak berhenti. Kamipun naik ke area parkir, dan
betapa kagetnya saya, ternyata jaket dan kain bali yang saya pakai, saya
tinggalkan diatas motor teman saya, dan yah basah semua.. Salah satu teman saya
merasa kasian dan menawarkan jaketnya ke saya, sebenarnya saya ga enak, karena dia juga cuman pake baju kaos
tangan pendek, dia yang kendarain motor, saya yang dibonceng waktu itu dan
pastinya dia kedinginan kan, tapi karena udah ditawarin, saya pake jaketnya.
Emang anaknya baik sih ke semua orang.. , kebayang ga sih, kalau ini crushnya
sahabat dan ditawarin jaketnya, duh,… tapi bukan kok, tidak ada keuwuan yang
seperti itu terjadi disana. Padahal disepanjang jalan dia gemeteran karena
memang cuacanya dingin banget. Salah satu teman saya menyarankan dia untuk
pindahkan tas ransel yang dia bawa ke depan agar tidak terlalu dingin. Kalimat
pertama yang dia bilang waktu itu, “duh, kaya bawa anak” hahhahaha..
Jalan yang
berkabut dan hujan gerimis ini, kami terobos karena takut hujannya ga berhenti.
Jaket dan kain bali saya yang basah, saya bungkus kedalam kresek yang dikasi
sama ibu-ibu toko kelontong disana, katanya ga usah bayar, bawa aja.., baik
banget sih.. Nah disini ada cerita lucu yang ga masuk akal sahabat, seperti yang saya ceritakan diawal, kalau di
Denpasar kala itu lagi musim kemarau panjang dan di Kintamani tiba-tiba hujan.
Saya sebenarnya hanya melucu saja dengan pura-pura membungkus air hujan ketika
dikasi tas kresek dan bilang mau bawa hujannya pulang ke Denpasar. Dan ini
dilihatin sama banyak orang disana, mungkin mereka berpikir kalau saya
mengalami gangguan mental hahha, emang ga tau malu kadang hahah.. Ga mungkin
kan beneran kejadian, tapi iya.., begitu kami sampai di Denpasar, hujannya
ngikut dong.
OK, back to the strory. Karena hujannya semakin deras,
kamipun memutuskan untuk berhenti sejenak di sebuah warung, di depan perkebunan
jeruk milik warga. Nah salah satu teman saya yang lain, yang saya ceritakan
udah seperti guide di perjalanan ini, ingin sekali mengajak kami untuk memetik
buah jeruk di perkebunan jeruk ketika sudah sampai di Kintamani, tapi karena
hujan, jadinya batal. He’s trying his best though.. Di warung ini, saya menyanyikan
lagu, “ndang ndang Dewa Ratu..”, yang orang Bali mungkin tau lagu ini, hujannya
perlahan berhenti. Saya juga buat sejenis tebak”an untuk mengisi waktu, samapai
energi saya habis ga jelas hahhaha..
Kemudian kamipun melanjutkan perjalanan ke Ubud. Karena
waktu di Kintamani, saya sempat tanya-tanya ke teman saya tentang Museum
Geopark. Dan teman saya menyarankan untuk mengunjungi Museum di daerah Ubud
saja.
Mau tau ada cerita apalagi di museum ini, ikutin terus
lanjutan blognya ya..
Semoga bermanfaat dan menghibur..